Negeri Iwaka

Negeri Iwaka
Odie

Sabtu, 08 Mei 2010

Kunjungan ke Iwaka

Desa Iwaka, distrik Kuala Kencana kecamatan Mimika Timur. Sekitar 50 - 60 Km ke arah barat kota . Dapat ditempuh dengan mobil atau motor. Hanya saja, ruas jalan di SP V sedang di kerjakan sehingga harus ekstra hati-hati.
Penduduk kampung Iwaka dominan suku kamoro, ekitar 150 KK . Rumah - rumah penduduk berbentuk panggung dengan ukuran yang sama ( 6x 6 meter) berjejer di kiri kanan jalan sentra, behadapan ke jalan yang sudah dibeton . Pekarangan rumah mereka sedkit lebih rapih dari kampung Nayaro meski masyarakat Iwaka juga belum memanfaatkan lahan pekarangan dengan baik.
Rumah-rumah tersebut terbuat dari kayu dan beratap seng, demikian juga gereja dan sebuah sekolah, telah dibangun oleh PT. Freeport sebagai kompensasi/ganti rugi atas penggunaan hak tanah Iwaka untuk kota perusahaan Kuala Kencana. Walaupun situs-situs transmigrasi dan perusahaan kayu juga telah menggunakan tanah Iwaka namun penduduk kamoro tidak menerima restitusi/ganti rugi hak guna.

Dalam kunjangan bersama anak ku Odi sabtu 8 Mei. Menurut informasih dari seorang guru SD Inpres di sana Penyakit malaria masih merupakan penyakit yang sering dijumpai, mungkin karena kondisi lingkungan dan rumah yang boleh dibilang tidak layak. dibeberapa lokasi kotoran manusia dan anjing masih menjadi pemandangan yang kurang baik. kami harus ekstra awas menghindar ketika melangkah.
Di halaman balai desa pun rumput meninggi. bocah-bocah bertelanjang badan asyik bermain limpur di sebuah kolam ikan yang mengering. Sayang sekali situasi begini jika terus dibiarkan anak-anak rentan terhadap penyakit. baik penyakit kulit, cacingan maupun yang lain nya, apalagi tidak ditunjang dengan kesiapan orang tua untuk memenuhi gizi anak-anak mereka.
Sebelum memasuki kampung ini, anda akan melewati tempat pembuangan sampah kota Timika yang menumpuk dan kering. dan beberapa perusahaan kayu (Merdeka Group) sudah mulai beroperasi di sini.
Tempat ini merupakan salah satu sumber kayu bagi juragan kayu, Bugis, Makasar dan pendatang lainnya yang rakus dan serahkah. Sayang sekali pemerintah dalam hal ini dinas kehutanan tidak memasang pos monyetnya untuk memonitor hasil hutan di daerah ini

Senin, 03 Mei 2010

TK YPJ Kuala Kencana adakan Pentas Budaya



Senin, 26 April 2010 lalu. TK YPJ mengadakan pentas Budaya bertempat di Multipurpose Kuala Kencana bertema LESTARIKAN BUDAYA BANGSA. Ini merupakan wadah bagi anak untuk mengenal dan mempelajari kekayaan budaya bangsa yang beraneka ragam.
Penampilan diawali dengan beberapa presenter cilik dipimpin oleh Nando Rumainum dan Gabriel Randongkir . Dari sambutan selamat datang hingga tiap mata acara diinformasihkan dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris).

Sekitar 12 tarian daerah dari Sumatra hingga Papua di suguhi oleh anak-anak. Mereka tampil tanpa beban. asyik dan lucu. Semua orang tua maupunb guru tersenyum gembira melihat penampilan putra-putri nya.
Acara disaksikan kepala Sekolah TK YPJ Kuala Kencana, ibu Darini, ketua YPJ bapak Supriono serta orang tua bersama anak. Anak - anak sangat antusias dan bersemangat.

Masyarakat Nayaro kasih makan tanah


Lebih dari 100 warga Nayaro Sub Muawe dan Matuawe dari Kampung Nayaro, melakukan ritual adat di atas lahan yang diserahkan untuk PT KPI membangun sebuah bengkel alat berat di tanggul timur. Bengkel tersebut sesuai dengan permintaan masyarakat Nayaro diberi nama Taimiriwau Jaya Shop . (Taimiriwau adalah nama lokasi) sekitar 3 km arah selatan dari Bengkel Lama ( 36 Shop). kamis, 20 April 2010

Kendaraan Ford yang dikendarai oleh Mas Bambang sujatmiko meluncur cepat dari Kuala Kencana, Mile 39 – terus memasuki tanggul Timur. Kiri – kanan sepanjang jalan hanyalah belantara, sempat kami bertemu dengan panser-panser dan pasukan pengawalan yang pakir di tepian jalan, kami saling menyapa hanya dengan lambaian tangan, dan terus melaju diatas 80 Km meter / per jam. Sejauh pandangan ke depan hanyalah hutan dan jalan berbatu kerikil yang seolah ujungnya sudah dekat, padahal masih sangat jauh. Kurang lebih 1 jam perjalanan ke arah kampung Nayaro. Kami berbelok ke kanan, dimana terdapat sebuah lahan yang sudah dibersihkan dan ditimbun untuk dibangun bengkel alat berat. Disana sudah ada tenda dan banyak, masayarakat kamoro termasuk anak-anak, tua muda sudah menunggu kedatangan kami.

Kami disambut oleh beberapa perempuan yang menggunakan pakaian adat, dengan piring dan kaleng berisi tanah yang dicampur dengan perwarna dari jenis buah hutan di tangan mereka masing-masing. Wajah, kepala dan tangan kami di oles lumpur seperti luluran. Mudah-mudahan kulit ku semakin halus...karena luluran lumpur tersebut.

Sehari sebelumnya, masyarakat telah berada di lokasi membangun tiga buah kemah dan satu rumah adat (Arapau) berukuran 3 x 4 meter persegi.

Menurut Herman Apoka, ritual tersebut untuk meminta perlindungan dari tuan tanah dan para moyang karena akan dibangun bengkel disini, untuk menolak kekuatan negatif yang bisa saja terjadi seperti kecelakaan banjir dan sebagainya. Sejak tadi malam tua-tua adat sudah melakukan pukul tifa duduk sampai pagi.

Puncak ritual dilakukan pada pagi hari pkl 10.00. WIT. Tua-tua adat berkumpul di depan arapau yang di dalamnya ada sekitar 20 orang lelaki bertelanjang badan, dengan wajah dirias arang tidur terlentang dengan kaki saling menyilang, dan beraksi seperti sedang kerasukan. Lidah di julur – julur dan mata tertutup dengan suara-suara dengungan.....

Diawali dengan pemanggilan para moyang oleh Paulinus Yemiro. Saat ini, tidak diperbolehkan anak gadis menyaksikan karena pamali, para gadis berada di dalam tenda-tenda. Pintu arapau hanya ditutupi daun-daun palem yang kemudian dibuka oleh bapak Herman Apoka dengan cara memotong rangkaian buah-buah hutan yang digantung tepat di depan pintu.

Dilanjutkan dengan menyembelih se ekor ayam putih menggunakan parang kemudian dimasukan ke dalam lubang yang sudah disediakan ditengah arapau. bersama piring putih, kain sarung dan sirih pinang di masukan ke

Saya teringat ingat bulan oktober tahun lalu, ketika melakukan kegiatan di kampung Tipuka – Ayuka , sebelum melakukan pembersihan kampung warga mengadakan upacara adat dengan tari-tarian. Menurut informasih dari beberapa wanita yang sempat menumpang di kendaraan saya. Mereka juga telah memberikan makan tuan tanah. Orang kamoro masih memegang erat kepercayaan seperti ini, mesti sudah banyak terkikis oleh penginjilan Misi katolik .

Acara dilanjutkan dengan dansa adat bersama, kami pun turun arena, ya kalo di pesisir utara dinamakan Balengan, ........kandas....seka ...wuih.... ini kesempatan buat kaki abu sebab di kota tidak akan merasakan tarian seperti ini.

Pertemuan dengan tiga tokoh masyarakat (Herman Apoka, Paulinus Yemiro, dan Ibu Victoria) untuk penandatangan berita acara dan penyerahan uang sebersar 50 Juta rupiah sebagai tanda ucapan terimakasih dan penghargaan kepada masyarakat bertempat di Restorant Oriental Timika .