Negeri Iwaka

Negeri Iwaka
Odie

Rabu, 07 April 2010

Waa

Lembah Waa terletak kurang lebih 6 Km arah barat kota Tembagapura, sebelum terbentuk struktur administrasi pemerintahan desa di lembah ini, terdapat sebuah kampung yang bernama Waa. Terdiri atas tiga dusun yaitu ; Kompoli Ogoma ( Banti I), Taganat Ogom (Banti II – pusat pemerintahan desa) dan Kampung Opitawak.

Masyarakat di Kompili Ogoma di huni oleh suku Amungme, yang bermarga Jamang, Dusun Opitawak oleh marga Omabak, sedangkan Utikini dihuni oleh kaum Omaleng dan Natkime.

Taganat Ogom atau Tagabela (Banti II) dibuka setelah masyarakat dipindahkan dari Utikini. Karena di Utikini sangat rawan banjir dan longsor serta sering terjadi perang suku antara orang Damal, dani dan Moni dengan suku Amungme.

Perpindahakn penduduk dari Utikini ke Banti II (Tagabela) terjadi pada tahun 1997, setelah terjadi longsor di Utikini. Desa Waa Banti memiliki batas-batas sebagai berikut ;
Sebelah Utara dibatasi dengan Grasberg ( gunung es – nemangkawi)
Sebelah selatan di batasi dengan dusun Tawulawagon ( Mile 38)
Sebelah Timur dengan Ilamatgal ( mile 64)
Sebelah barat berbatasan dengan Aroanop ( gunung Botak)
Penduduk di desa ini terdiri dari suku-suku pedalaman, dimana pemegang hak ukayatnya adalah suku Amungme. Sedangkan suku yang menempati tempat ini disebabkan karena adanya jalinan perkawinan antar suku dan faktor ekonomi

Selasa, 06 April 2010

Tiap Badai akan berakhir

Saya mengalami kehilangan baru-baru ini, si maling membobol rumah dan mengambil beberapa barang ku termasuk uang dan dompet yang berisi kartu kredit dan ATM? ada rasa sedih bila kita mengalami hal seperti ini.
saya percaya masih banyak orang lain yang mengalami lebih dari apa yang saya alami mungkin kehilangan Pekerjaan? Suatu hubungan? Barang-barang dicuri? kehilangan rumah karena bencana bahkan kehilangan orang-orang yang sangat kita kasihi .
Beberapa teman mengatakan kepada saya bahwa apa yang paling menyakitkan adalah kehilangan semua foto-kenangan seumur hidup . Teman, aku punya pesan untuk Anda hari ini: Percayalah bahwa setiap badai akan berakhir. Dan setelah badai, pagi baru dimulai. Ingat bahwa setiap kehilangan adalah sementara. Jika Anda kehilangan orang yang dicintai, kehilangan itu hanya sementara.
Jika Anda kehilangan hal-hal material atau peluang atau hubungan, percaya bahwa Allah sedang menciptakan ruang bagi sesuatu yang lebih baik untuk menghampiri Anda. Bagaimana hal ini akan menjadi "lebih baik" ? Mulai bersyukur. Ini bukan kesalahan ketik. Di tengah kehilangan Anda, bersyukur.
Aku tahu kau akan mengeluh, "Bo, bagaimana bisa bersyukur! Aku kehilangan setengah hidupku! " Yah, bersyukur atas setengah yang lain yang Anda masih miliki. Jangan berfokus pada apa yang hilang, berfokuslah pada apa yang masih Anda punyai. Anda punya banyak sekali hal-hal yang baik ! Katakanlah ini bersama-sama dengan saya, "Aku sangat diberkati untuk bisa menjadi stres." (Bukan asli dari saya. Saya dapatkan dari stiker.) Mengapa bersyukur? Karena Anda akan menarik hal-hal yang Anda fokuskan. Aku sudah mengatakan sebelumnya berkali-kali, tapi aku akan terus mengatakan hal itu sampai Allah memanggilku pulang. Karena hal tersebut sangat memiliki kekuatan. Ketika Anda bersyukur, Anda akan menarik lebih banyak berkat dari apa yang Anda syukuri. Syukur adalah magnet berkat.

INSPIRATION
Setiap Badai Akan Berakhir
Share From Facebook dengan sedikit penambahan pengalaman ku

WOO (NAGA)- ceritera rakyat dari Desa Iwaka



Pada masa yang silam, di daerah Mimika Barat Jauh, di sebuah dusun (nama dusun terlupakan) hidup sekelompok masyarakat yang primitif.

Alkisah ada 2 (dua) orang pemuda pergi ke hutan untuk berburu dan dalam perburuan, mereka menemukan sebutir telur yang disangka telur kasuari tetapi ternyata telur Ular Naga (Woo). Setelah tiba kembali di desa, telur tersebut disimpan di dalam Torora, sejenis kopor yang dibuat dari daun pandan (Kopa).

Ketika telur tersebut menetas, keluarlah seekor Ular Naga (Woo) yang langsung memakan habis penduduk desa tersebut. Yang luput hanyalah dua orang ibu yang pergi ke dusun untuk menogok sagu.

Selesai membunuh penduduk desa tadi, sang Naga menanti kembalinya ke dua ibu yang sedang pergi menogok sagu. Ketika perahu yang ditumpangi ke dua ibu tadi merapat ke pantai, mengamuklah sang Naga dan menerkam ke dua ibu tadi. Salah satu ibu berhasil dibunuhnya, sementara ibu yang lain, yang sedang hamil berhasil meloloskan dirinya.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun, akhirnya lahirlah seorang anak laki-laki dari kandungannya. Oleh ibunya, anak ini kemudian dibesarkan dan dilatih keterampilan berburu, bertani, memanah dan lain-2 nya sebagaimana layaknya seorang pemuda desa. Sementara itu ia juga dinasehati untuk tidak pergi jauh dari batas desa/kampungnya.

Sekalipun sudah dinasehati demikian, pada suatu hari anak tersebut mengejar seekor binatang sampai jauh melewati batas desa/kampungnya. Dalam perburuannya anak ini berjalan ke arah Selatan dan akhirnya sampai di desa di mana sang Naga berdiam. Pertemuan dan pertengkaran antara sanng anak dan Naga tidak dapat dielakkan dan akhirnya terjadi pertempuran sengit antara ke duanya. Sang anak akhirnya berhasil menewaskan Naga kemudian memotong-motong dagingnya dan membuangnya menurut arah ke empat Mata Angin.

Menurut cerita, daging yang berlemak banyak dibuang ke bagian Barat, maka hiduplah bangsa manusia berkulit putih sedangkan daging yang tidak berlemak di buang ke bagian Timur maka hiduplah manusia yang berkulit hitam.



Kimbeli

Lokasi kimbeli sekitar 4 Km dari Kota Tembagapura ke dalam cekungan lembah Waa. Sebelum memasuki kampung Banti hanya dibatasi oleh jembatan Aghawagong depan Banti I. Permukiman Kimbeli terletak pada lereng-lereng pinggir jalan menuju kampung Waa - Banti berhadapan dengan aliran sungai Aghawagong. Dulu lahan ini milik Marga Omaleng dan Natkime. Saat namun sekarang dominan dihuni oleh orang Dani – Damal. Rumah – rumah penduduk kebanyakan berbentuk honai tidak ada sarana dan fasilitas pendidikan maupun kesehatan. Pertambahan jumlah penduduknya semakin cepat, sementara ketersediaan lahan untuk berkebun sangat terbatas. Hal ini mendesak penduduk Kimbeli lebih Agresif membuka hutan pada lereng di sepanjang sungai Aghawagong untuk berkebun. Beberapa honai juga sudah dibangun membentuk permukiman di tepian sungai.

Sementara Utikini Lama yang pernah di tahun 1998, dijadikan kawasan terbatas karena rawan longsor kini telah menjadi permukiman baru yang terdiri dari camp-camp pendulang. Sungai Aghawagon/ kali Kabur bukan saja menarik perhatian suku-suku pedalaman namun juga para pendatang dari Luar Papua yang telah membaur dalam permukiman ini. Herannya, sistem pengamanan dan akses masuk ke Tembagapura yang begitu ketat dari Mile 28 hingga mile 66 bahkan Kota Tembagapura sendiri dikelilingi pagar namun para pendatang ini semakin bertambah.

Melihat kondisi kawasan terbatas yang sudah ramai dengan honai serta kamp-kamp pendulang, pemandangan pada lereng-lerang gunung dipinggir sungai Aghawagong mulai gundul, maka kawasan ini boleh dibilang rawan banjir dan longsor saat ini .

Selain mendulang ada beberapa faktor lain yang memotivasi suku Dani – Damai, Moni dan Nduga memasuki Kimbeli, antara lain telah terjadi perkawinan antar suku Amungme dengan suku pendatang, Lembah Waa merupakan sebuah kawasan yang boleh dibilang cukup ramai bagi sebuah desa di pedalalaman dimana terdapat semua fasilitas dan sarana penunjang. Rata-rata para penduduknya adalah usia produktif (pekerja).

Jelas bahwa pertumbuhan penduduk Mimika baik di dataran tinggi maupun dataran rendah dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan yang sangat cepat seiring dengan operasi PTFI dan lahirnya kabupaten Mimika di tahun 1999 sehingga pertumbuhan penduduk di Timika mencapai (16.9%) dari tahun 1973 ~ 2004 . Keberadaan PTFI di Bumi Mimika masih mendominasi daya tarik dan Harapan bagi pendatang dan Masyarakat setempat. Meningkatnya kaum pendatang, termasuk suku-suku dari pegunungan yang bergabung dalam program transmigrasi lokal ke dataran rendah maupun mereka yang datang sendiri dari berbagai tempat sekitar Mimika turut mempengaruhi kondisi sosial yang dinamis.

Dampak Kehadiran PTFI terhadap Demografi penduduk di dataran Tinggi

Awal tahun 1970 an PT Freeport membutuhkan lokasi untuk membangun permukiman dan berbagai infrastruktur di dataran Tinggi. Kampung Mulkimi, Amole dan Tunimaniogom yang terletak dalam kawasan lembah Waa menjadi lokasi yang strategis untuk rencana tersebut, kini lebih dikenal dengan nama kota Tembagapura diresmikan oleh Presiden Suharto tahun 1973. Lokasi Tunimaniogom pun jadikan sebuah tempat pendaratan Chopper dalam tahun 1983 – 1984. Sebagian warga pindah ke Lokasi Pindah Baru dan Utikini Lama dan ke Timika (Kwamki Lama)

Penambangan PTFI sangat menarik perhatian Orang Moni, Damal dan Nduga yang berada di kampung –kampung sekitar Grassberg yaitu kampung Sugapa; Beoga; Ilaga, dan Ugimba. Mereka melakukan perjalanan memasuki kawasan adat Amungme, kemudian membangun honai – honai dan membentuk permukiman. Dalam pandangan orang Amungme keberadaan PTFI merupakan suatu asset yang harus dijaga. Sementara suku-suku pedalaman lain melihat hal ini sebagai sebuah peluang untuk menggapai harapan kehidupan yang lebih baik. Sebagai akibatnya dalam tahun 1999 terjadi lonjakan penduduk sekitar 1800 migran menyebar di perkampungan Amungme dekat Tembagapura . Hal ini menimbulkan suatu permasalahan bukan hanya bagi orang Amungme melainkan juga menjadi beban sosial bagi PTFI dan pemerintah.

Mengapa Com Dev PTFI


Pembangunan masyarakat merupakan salah satu tujuan dan pandangan utama PTFI guna Kesejahteraan Masyarakat terutama masyarakat Amungme dan Kamoro. Sejak awal operasinya tahun 1960-an hingga saat ini sudah banyak menginvestasi dana dan keahlian untuk membangun masyarakat sekitarnya. Pada decade awal operasi di Bumi Amungsa PTFI telah memberi perhatian yang besar terhadap Masyarakat pemengang ulayat di dataan tinggi, maupun di dataran rendah.
Penghargaan yang diberikan sebagai wujud sebuah komitment awal, lahirlah Kesepakatan di bulan January 1974 antara PTFI, Pemerintah dan Masyarakat atau yang dikenal dengan January Agreement, telah diimplementasikan melalui membangun dan penyediaan prasarana seperti sekolah termasuk rumah guru, rumah petugas pemerintahan dan Klinik serta rumah medis. Sedangkan di dataran rendah PTFI terlibat dalam pembangunan Kampung Harapan (Kwamki Lama), Koperapoka, Sempan Barat dan Akimuga, SP IX,XII dengan investasi diatas US$ 500

Banyak sorotan yang menjadi sasaran kritik dari kalangan masyarakat luas tentang aspek Pembangunan sosial ekonomi dan budaya bagi pemberdayaan penduduk setempat. Berbagai permasalahan tersebut menjadi motivator bagi PTFI untuk terus membenahi diri dan mengembangkan bentuk-bentuk kreatif guna mewujudkan apa yang menjadi tujuan Pengembangan Masyarakat terutama mereka yang tanah ulayatnya digarap.

Diakui bahwa komitment pengembangan Masyarakat dilakukan sejalan dengan kemampuan dan kapasitas produksi, melalui pertimbangan perkembangan penjualan pasar. Karena itu pemberdayaan masyarakat mulai meningkat secara rutin sejak tahun 1990 – an, dengan penekanan di bidang kesehatan, Pendidikan, Pengembangan ekonomi, Prasarana umum, Perumahan serta Pelesatrian Budaya.

Mungkin anda akan bertanya mengapa pada dekade 1990 - an baru Communitty Development secara intensif dilakukan? Karena dalam era inilah PTFI baru dikatagorikan sebagai pertambangan kelas dunia, yaitu setelah ditemukkan deposit grasberg dua tahun sebelumnya (1988). Sehingga kapasitas produksi baru meningkat dari 7.500 ton/per hari (1978) hingga 200.000 ton perhari dalam tahun 1997. Ini turut mempengarhui kemampuannya untuk aktif dalam berbagai program pengembangan masyarakat.