Negeri Iwaka

Negeri Iwaka
Odie

Jumat, 12 Maret 2010

Masih adakah Amungme yang kuat ?


LEMASA (Lembaga Masyarakat Amungme)
Sebelum mahasiswa menyatakan reformasih di Indonesia, orang papua sudah melakukan reformasih melalui LEMASA, imbasnya sampai ke seluruh pelosok Papua.

Maka sebagai Amungme harus bangga memiliki LEMASA, karena tujuan Lembaga Adat ini adalah untuk memperjuangkan hak – hak dasar suku Amungme. Lemasa bukanlah LSM melainkan suatu pemerintahan Adat. Untuk itu dituntut harus mampu menjalankan fungsi dan perannya.

Didirikan tahun 1994 berdasarkan SK Bupati Fak-Fak , Alm JP. Matondang., oleh mama-mama dan remaja Amungme saat itu yang mayoritas tidak pernah mengenyam pendidikan formal, dan pergerakkan LEMASA hingga tahun 1998 telah membuktikan banyak hal.

Namun di tahun 1999 LEMASA hampir tidak ada kekuatan lagi sebagai representasi dan pelayanan bagi masyarakat Amungme dalam penyelesaian berbagai konflik, karena beberapa pemimpin sebelumnya telah sibuk dalam berbagai urusan kepentingan lain.

Masyarakat Amungme mengharapakan LEMASA bangkit kembali sesuai tujuan mulianya, menjadi bapa yang mengayomi. Masih adakah harapan bagi Amungme untuk berkumpul dan berceritera sambil belajar, serta akankah ada sebuah Tsorey bagi siapa saja yang ingin dilindungi hak-haknya berdasarkan adat?
Masih adakah Amungme yang kuat dan mampu membuat orang-orang lain menganggukkan kepala nya atau sudah tidak ada lagi generasi Amungme yang mampu menyuarakan hak nya dengan penuh wibawa di atas tanahnya sendiri ?

Siapa pemimpin Amungme sekarang yang menyadari situasi ini. Kenapa orang Amungme selama ini masih sibuk dengan kepentingannya sendiri-sendiri. Kapankah YAHAMAK, WARTSING dan forum MoU duduk bersama dalam Tsorey untuk membahas masa depan Amungme ?
Sebagain besar amungme lupa bahwa LEMASA
"ADALAH AKAR KEKUATAN YANG HARUS DI JAGA DAN DI TUMBUHKAN"

Buatlah mereka tersenyum

Menurut William Hard seorang penulis, kunci kehidupan yang berkelimpahan yaitu ;
"Memperlakukan orang lain sebagaimana diri kita sendiri " artinya memberikan dorongan kepada orang lain agar tetap menghargai hidupnya sebagai suatu Anugrah, berbagi dengan orang lain bukan hanya materi namun perhatian sebagai bentuk penghargaan kepada sesama...
SIAPAKAH SESAMA MU ?
Ada kata-kata bijak begini, ketika anda terlahir ke bumi, tangisan anda membuat semua orang tersenyum gembira. Ketika anda meninggalkan dunia ada tangisan mengiringi kepergian mu namun bisa saja ada yang bersukacita. Tergantung dari seberapa peduli anda selama hidup di dunia kepada sesama....
Buatlah orang lain tersenyum, bersukacita, tertawa, kembali bersemangat, tabah menghadapi kenyataan hidup. Buatlah orang lain merasa dirinya berarti dan berharga.

BUATLAH SESEORANG MERASAKAN KEADAAN YANG LEBIH BAIK
SETELAH BERTEMU DENGAN ANDA


Kamis, 11 Maret 2010

Nyayian Burung Emas dari Lembah Kama

Suatu saat dikala aku masih kecil, ayah ku berkata
”Pandanglah ke puncak-puncak gunung sana di balik Kabutnya ada sebuah Kota emas.
disana penuh madu dan susu itulah tempat leluhur penjaga ibu mu
Suatu saat kau akan tiba di sana !" dan ku lihat air mata menetes di pipi ayah ku yang mengerut, air mata penuh harap dan cemas lalu ia memegang pundak ku dan menunjuk pada ombak yang berguling senantiasa menepis pantai di Teluk Saireri "di sanalah jiwa leluhur menyatu penjaga bunda mu..!”

Ketika aku beranjak dewasa, ku jelajahi gunung dan pantai untuk mencari kota emas itu dengan harapan menemukan para leluhur ku ..... namun yang ku temui hanyalah bayangan dan kabut dalam nyanyian alam yang bermahkotahkan pelangi sepanjang masa

Gunung-gunung berkilauan, sungai – sungai berkelok mengalirkan emas, hutan menjadi kediaman. Hati ku terpaut pada nyanyian burung emas yang berasal dari sebuah lembah di tengah rimba belantara ... ”inilah tanah leluhur mu, hutan, gunung, lembah, sungai dan laut adalah kandung mu yang menyusui dan membesarkan engkau bersama angin, daun dan air. Namun kini Ibu sedang sakit, diperkosa, dicabik-cabik, ia menangis dan memanggil anak-anak nya namun tiada yang mendengar, ibu bertanya kemanakah anak-anak ku ? Mengapa mereka turut menyakiti ku ?

Air mata ku menetes teringat perkataan ayah ku...dan melihat sendiri apa yang diderita ibu ku. Ku lihat bocah-bocah bermain bertelanjang kaki, menapak di lereng-lereng sambil memuji Sang Khalik.

Aku berteriak pada gunung dan lembah serta pantai namun tak satupun yang mendengar lalu aku bertanya pada sang Khalik, ”sampai kapan kah ibu harus menderita ? Masih adakah air susu dan manisnya madu bagi bocah-bocah itu ? Di manakah kota Emas itu?....Namun jawaban nya... ”KAMAe.eee”

Aku menyurati saudara – saudara ku yang pergi tinggalkan kandung nya...pulanglah
Karena ibu sakit atau tulislah sepucuk surat pelipur lara sebagai tanda bakti mu, Jangan biarkan ibu terus bersedih ..karena para leluhur akan geram....

Belajar dari anak-anak di Lembah Aroa

Baluni, Jagamin, Aingogin, Aingigi 1 dan Aingigi 2, sub kampung Omponi dan Ombani.

Itulah kampung-kampung di wilayah lembah Aroa (Aroanop) sekitar 45 km ke sebelah Timur kota Tembagapura. Merupakan salah satu dari Tiga Desa yang ada di dataran tinggi.(Waa –Banti, Tsinga dan Aroanop) Penduduknya sekitar 1000 – an jiwa mayoritas suku Amungme beberapa diantaranya berasal dari suku Moni yang masih memiliki hubungan kekerabatan. Mereka hidup damai dan saling menghargai tiap perbedaannya. Terbukti saat hari minggu atau pertemuan-pertemuan selalu menggunakan dua bahasa yaitu Bahasa Amungme dan Bahasa Moni

Desa ini bisa dicapai dari Tembagapura atau dari Timika dengan Chopper kurang dari 15 menit. Kalau berjalan kaki dari Tembagapura (melalui lembah Waa – Opitawak) harus mendaki gunung sekitar 2000 – 3000 meter dari permukaan laut selama 8 – 12 jam.

Transportasi andalan dari satu sub kampung – ke kampung lain di Lembah ini hanyalah berjalan kaki. Pusat pemerintahan desa yaitu Omponi terletak ada lembah di antara kampung-kampung lain . Di sini hanya terdapat fasilitas umum, Rumah sakit, Sekolah Dasar dan gereja, Sementara rumah-rumah penduduk berada di punggung-punggung gunung.

Desa – desa di High Land dibangun oleh PT Freeport sebagai Komitment sosialnya bagi masyarakat setempat. Anda akan terkejut bila melihat perumahan penduduknya yang tersusun rapih meski terbuat dari papan namun seperti vila-vila di Eropa. Tiap rumah yang dibangun dilengkapi dengan ”tempat tidur / spring bed” dan blangket ” sehingga tidak kedinginan.

Sementara rumah asli mereka yaitu ”Tisorei” – rumah adat bagi pria dan ”Ongoi” untuk kaum wanita atau yang lebih dikenal dalam bahasa Lani ”Honai” masih dipertahankan meski hanya untuk anak-anak bermain dan belajar juga sebagai tempat diskusi.

Orang Amungme di Lembah ini mengalami kontak dengan dunia luar ketika para misionaris dari Gereja Kemah Injil datang mewartakan injil dan mengajari kehidupan bertani yang menetap serta pendidikan. Para misionaris tersebut, datang dari Enarotali dengan berjalan kaki.

Di Aroa pendidikan dasar sampai kelas enam (SD Inpres), bangunan nya bagus dan permanen. Dibangun oleh Lembanga Pengembangan Mayarakat Amungme Kamoro (LPMAK). Kerangka bangunannya dari bahan baja ringan, dinding dari ”Hardek” dan lantainya keramik. Semangat anak-anak untuk sekolah cukup tinggi. Bayangkan mereka pagi-pagi sudah tiba di sekolah, berjalan dari kampung-kampungnya yang berjarak sekitar 5 hingga 10 km melalui tebing-tebing curam hutan rimba dan udara dingin namun rintangan itu tidak mematahkan semangat mereka, sama halnya di dua desa lainnya. Bagi anak-anak Amungme itu adalah hal biasa.

Rata-rata, anak-anak yang sempat saya tanyakan memiliki kerinduan untuk belajar di Asrama Penjunan (Pendidikan pola Asrama bagi putra-putri Amungme asal tiga desa) di Timika atau ke Asrama Tomawin di Tembagapura. Ke dua Asrama tersebut dikelola oleh LPMAK, bahkan ada anak yang bercita-cita menjadi Pilot dan dokter. (selamat buat Nalio Jangkup yang telah lulus dari Aero Flyaer Institute Curug Banten 20 Feb 2010, putra Aroanop, Pilot pertama Amungme – Tuhan memberkati mu)
Namun sayang..., semangat mereka tidak didukung dengan semangat para guru. Kadang tidak ada guru (guru ke kota), sehingga sekolah bisa libur berbulan-bulan. Herannya Dinas Pendidikan tidak terlalu peduli. Apakah ini cara pembodohan yang sengaja dilakukan oleh aparat pemerintah terhadap anak-anak Papua di kampung ? Pada hal kalau dilihat pejabat dan para guru yang melakukan praktek pembodohan ini awalnya dari kampung yang pernah merasakan bagaimana susahnya menuntut ilmu .
Dari pengalaman dan pengamatan saya selama berkunjung ke kampung-kampung Amungme ada empat elemen penting yang patut diteladani dari anak-anak Amungme, yaitu; pengembangan diri dan disiplin yang tinggi, tidak mudah menyerah dan percaya diri serta menghargai perbedaan orang lain yang dinyatakan melalui kepolosan mereka. Amole

Rabu, 10 Maret 2010

Pad 11 hampir tak bernyawa lagi

Sekitar 7 Km ke Timur Kelurahan Wania atau Mapuru Jaya, dekat pusat pemerintahan distrik Mimika Timur Jauh tepatnya di desa Ayuka atau sebelah barat jalan tambang antara Cargo Dock - Timika. Terdapat kawasan hutan basah ditumbuhi bakau yang dialiri sungai Tipuka atau Yaramaya berpaduan dengan anak sungainya “Manimapare” sekitar 11 mile berujung di Amamapare atau Port Site.

Air Sungai berwarna coklat kehitam-hitaman, sedikit berarus karena mulai surut. Masih tersisa jejak pendaratan material pada awal operasi PTFI tahun 1969 sampai 1994. Mungkin banyak orang tidak mengetahuinya namun tempat ini pastilah menyimpan banyak ceritera dan kenangan bagi mereka yang pernah menjejakinya pada dekade awal PTFI mulai beroperasi.


Waktu itu kawasan yang kita kenal dengan sebutan Timika masih merupakan belantara tropis yang sangat sulit ditembus dengan beberapa perkampungan kecil yang terpencar , dihuni tidak lebih dari seribu orang. Tidak ada infrastruktur dasar sama sekali yang dapat menunjang sebuah pemerintahan maupuan operasi sebuah perusahaan. Sehingga Freeport harus memulai membangun berbagai prasarana dan sarana penunjang operasinya. Salah satunya adalah pelabuhan. Ini mengisahkan betapa terisolasinya masyarakat pribumi baik dataran tinggi maupun di dataran rendah.

Hutan bakau tropis yang lebat harus ditebang dijadikan kawasan pelabuhan, jalan serta prasarana lainnya. Kondisi yang berawa, dan rimba melengkapi pergumulan berat saat membangun sebuah harapan ditengah belantara papua dari Amamapare sampai ke Tembagapura guna mendukung operasi PT. Freeport

Sebagai alternatifnya, persimpangan Sungai Yaramaya (Tipuka) dan Manimapare dianggap paling strategis dijadikan solusi darurat sebagai transito. Sebelum dibuat jalan sampai Amamapare. Semua material melalui jalan darat dibawa dari pelabuhan Amamapare menggunakan tongkang ke pad 11 . Sedangkan untuk melayani karyawan dan keluarga dari Amamapare ke Timika atau sebaliknya serta ke pesisir sekitarnya disediakan tiga kapal berukuran kecil yaitu; Yaramaya dan Wania masing-masing memuat 37 penumpang sedangkan Tipuka dengan kapasitas 65 penumpang.

Kurang lebih 20 tahun solusi darurat ini dipertahankan, kemudian dalam tahun 1993 barulah dibangun jalan antara Pad 11 ke Amamapare dengan dasar jalan menggunakan alas ban mobil bekas dan lapisan geofabric kondisi jalan kerikil yang digilar kedalam tanah ( rolled in gravel layer).
Sejak tahun 1995, dermaga ini menjadi sepi bagai tak bernyawa lagi, tiada lagi deru mesin chopper, kapal, bus dan truck yang memompa nadi aktivitas di sini. Sekarang hanya tersisa kenangan bagi mereka yang pernah mengalami masa itu.

Potret Kota Timika

Ini adalah wajah Kota Timika dari Udara..... (sabtu,20 Feb 2010)
fokusnya di Jalan Budi Utomo
terimakasih Bro Darwin untuk fotonya

Masa Depan anak-anak Nayaro Suram

Murid kelas enam SD di Nayaro Distrik Mimika Baru sisa 3 orang dari total 14 siswa. Padahal Ujian Nasional semakin dekat. Jumlah keseluruhan murid yang terdaftar sekitar 130 orang namun saat ini tidak sampai 60 orang. Banyak anak usia sekolah di kampung tapi tidak ke sekolah. Mereka lebih memilih tinggal di rumah dan bermain

Di Nayaro banyak orang tua belum menyadari pentingnya pendidikan, terlihat dari jumlah siswa yang ke sekolah sangat sedikit. Sementara banyak anak tinggal di rumah. Ada yang ikut orang tua mencari ikan atau berbulan-bulan tinggal di kota.

Memang diakui bahwa dalam mengubah sebuah kebiasaan masyarakat meramu dan nomaden memerlukan waktu dan kesabaran yang panjang

”Orang tua tolong antar anak ke sekolah, karena mereka harus siap ikut ujian nanti. Siapkan makan pagi agar anak bisa belajar dengan baik. Selama ini belum sampai jam istirahat anak-anak sudah menghilang atau ijin pulang karena lapar” pinta kepala Sekolah SD Inpres Nayaro Titus Kobogau, dihadapan para orang tua yang berkumpul di Balai Desa saat acara Bakti Sosial yang diselenggarakan SLDCR PT Freeport Indonesia 24 Feb 2010.

Menurut Titus, ada 6 orang anak yang lulus tahun lalu, namun sampai saat ini Ijazah nya belum diambil. ”Di sini mengumpulkan orang tua murid sangat sulit. Berbeda dengan daerah pegunungan dimana pernah kami mengabdi sebagai kepala sekolah. Misalnya Aroanop dan Tsinga, setiap pertemuan justru orang tua dan perangkat desa terlihat sedikit peduli akan pendidikan formal sehingga saat ini anak-anak gunung sudah banyak berhasil, inilah tantangan dan kebanggaan seorang guru” .

SD inpress Nayaro hanya memiliki 6 orang guru, tiga diantaranya pegawai negeri, satu guru bantu dan dua lainnya tenaga honor.
Menurut Yohanes Mifaro (sekretaris desa) banyak anak asal Nayaro yang tadinya bersekolah di beberapa SMP di Timika sekarang terpaksa berhenti dan pulang kampung karena faktor ekonomi dan perhatian orang tua yang sangat minim.
Kesadaran orang tua, masalah ekonomi rumah tangga dan kekurangan guru, masih merupakan penyebab akar pahit penghambat kemajuan pendidikan di pedalaman dan pesisir Papua umumnya.

Kondisi seperti ini turut mendukung rendahnyah kualitas pendidikan dasar di Mimika.
Kebanyakan anak-anak asal Kamoro maupun Amungme ketika ikut program penyetaraan awal (matrikulasi) di beberapa lembaga pendidikan Tinggi terkadang tidak mampu melanjutkan.
Bagi anak-anak Kamoro mungkin perlu perlakuan dan keseriusan khusus dalam mendidik atau menumbuh

Kembangkan budaya pembiasaan belajar, cara belajar anak-anak di Nayaro hanya di sekolah saja, sementara kalau di rumah orang tua membiarkan anak-anaknya mau belajar atau tidak terserah mereka.
Mengubah dan memajukan suatu bangsa hanyalah dengan cara pendidikan, tidak ada cara lain .....

Pola Asrama sebagai solusi
Pendidikan Pola asrama akan memberikan manfaat yang sangat efektif sebagai bentuk proses inisiasi (akulturasi) . Pelajar yang berasal dari masyarakat tradisional dipisahkan dari sistem tradisionalnya dan diantarkan kedalam sistem nilai modern yang menghargai waktu, disiplin, tanggungjawab, rajin, kerja keras, hidup bersih, kerjasama, menghargai eksistensi setiap individu, solidaritas dan taat terhadap norma agama. (sumule Agus-Jubi)
Pola ini akan memberikan hasil yang optimal karena dilaksanakan memenuhi kriteria komprehensif serta aspek-aspek kompetensi manusia modern yang kognitif, efektif dan juga psikomotorik. Kita lihat kemajuan yang dalami anak-anak Amungme yang belajar di Asrama Penjunanan saat ini patut diberi jempol, ini merupakan hal baik yang harus diterapkan sama bagi anak-anak Kamoro.
”Kalau anak-anak dari pegunungan diberi kesempatan untuk belajar dalam Pola Asrama, mengapa anak-anak Kamoro tidak diberikan sistem yang sama, tidak ada orang tua yang tidak mau anak-anaknya maju.” Kata Mifaro Yohanes .
Nimo....!!!!







LAPTER MULU kapan bisa digunakan ?


Kebutuhan transportasi tujuan pedalaman Papua jadi persoalan utama yang harus diperhatikan.

Salah satu bentuk Komitment Sosial bagi masyarakat dataran tinggi, maka PTFI telah mambangun sebuah Lapangan terbang Perintis di Desa Tsinga yang merupakan salah satu dari 2 lapangan terbang yang akan dibangun didataran Tinggi (Tsinga dan Aroanop)

Lapangan terbang tersebut panjangnya 500 meter dengan lebar 30 meter, dilengkapi dengan sarana komunikasi ( radio) dan ruang tunggu. Dibangun sejak 2007 di atas punggung gunung Mulu pada ketinggian sekitar 1900 meter dari permukaan laut.
Pada tanggal 19 Januari telah dilakukan tes landing pertama oleh Steve Richards dari MAF (Mision Aviation Fellowship) yang mendaratkan Pilatusnya dengan mulus diatas landasan tanah yang diratahkan itu, disaksikan ratusan masyarakat yang berharap ada kelanjutannya setelah itu. Sehingga mereka (red-masyarakat) bisa menikmati penerbangan lain selain chopper. Namun hingga kini belum ada tanda-tanda kapan bisa dipakai.

Memang diakui bahwa dalam mengurus segala tetek bengek yang merupakan syarat dioperasikannya sebuah lapangan terbang serta rute penerbangan tidak semudah apa yang para awam pikirkan. Tergantung dari seberapa serius mereka yang memiliki otoritas berpihak pada kepentingan rakyat.

Diharapkan hal ini bukan sebuah alasan. Karena semua kalangan tahu bahwa transportasi ke pedalaman menjadi kendala utama bagi perkembangan dan kemajuan suatu daerah yang katanya terisolir.

Menurut Koordinator Pembangunan Lapter Pieter Titihalawa dari PTFI dalam sebuah petemuan dengan masyarakat di Beanekogom, " setelah tes perdana dengan Pilatus rencananya tanggal 23 Februari akan di uji lagi dengan menggunakan pesawat Twinoter hal ini sudah ada kerjasama dengan pihak Trigana. Selain itu sudah dikomunikasikan dengan Pihak Perhubungan bahwa jadual penerbangan rencananya dua kali seminggu dan hanya untuk masyarakat dengan tarif sebesar Rp 100.000. ini di luar carter.

Mengenai ijin operasi lapangan terbang hanya berlaku selama satu tahun, dan akan diperpanjang karena harus ditinjau lagi oleh departemen perhubungan.

PTFI dalam hal ini hanya berperan sebagai pembangun dan untuk perijinan dan operasioanalnya akan diserahkan ke pemerintah.

Mengingat Transportasi udara di kawasan pegunungan tengah Papua masih menjadi andalan masyarakat, sehingga perlu diadakan sehingga pembangunan juga bisa berlangsung terus karena akan membuka daerah-daerah pedalaman

Secara geografis Desa Tsinga terletak di pegunungan kabupaten Mimika dengan ketinggian sekitar 1500 hingga 2500 meter di diatas permukaan laut. Sebelah timur Tembagapura. Transportasi satu-satunya saat ini yaitu menggunakan chopper.

Sebagian besar wilayah distrik dan kampung di dataran Tinggi Mimika masih hidup terisolir dan tertinggal akibat terbatasnya sarana transportasi . Dibangunnya lapangan terbang ini dengan harapan agar dapat mempercepat berkembangnya aktivitas perekonomian masyarakat setempat.
Pak Bupati dan Gubernur tolong dong....bisa dipercepat segela tetek bengek perijinannya agar masyarakat bisa menikmati fasiliatas yang ada.
Jangan hanya jadi wacana saja setiap turkam, kami di kampung sudah hampir jenuh dengan janji-janji nya soalnya kalau banyak janji kasihan pak camat akan kebingungan menjawab pertanyaan dari Masyarakat

HIV/AIDS merambat ke Pedalaman


Kasus HIV/AIDS saat ini kian mengkhawatirkan. Penyakit mematikan itu menjadi momok bagi warga Papua. Bahkan kini penyebarannya ditengarai sudah merambat jauh ke pedalaman, bukan hanya di kota.

Sementara Tubercolusis atau TBC juga merupakan penyakit kronis dan menular melalui udara disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosa. Proses penyembuhan penyakit ini memerlukan waktu relatif panjang dan masih merupakan peyebab utama kematian.

Informasih penyebaran dan peningkatan drastis kasus HIV dan TBC membuat warga Amungme di Desa Tsinga semakin kuatir terutama mama-mama jika suku mereka "dihabisi" penyakit itu.

Kekuatiran tersebut terlontar saat penyuluhan HIV/AIDS dan TBC yang diadakan secara terpisah di ruang kelas SD Inpres dan di rumah Kepala suku Yoab Beanal. Penyuluhan HIV /AIDS dilakukan oleh tenaga penyuluh dari Project Concern International (PCI).

Menurut dr. Milka Tiranda dari biro Kesehatan LPMAK Sebelum penyuluhan TBC dilakukan tes pemahaman guna memotret tingkat pengetahuan masyarakat diharapkan mereka yang ikut ke bisa dilatih menjadi kader.

Dari 35 orang yang hadir dalam penyuluhan TBC hanya 5 orang laki-laki. Selama ini banyak kasus TB pasien tidak rutin minum obat sehingga tidak sembuh. Kasus TBC Franbusian, ISPA masih merupakan penyakit yang umum bagi kebanyakan masyarakat disini.”

Pada malam harinya diadakan pemutaran Film (ODHA - HIV/AIDS dan Pendidikan). Sangat menarik perhatian warga setempat.

Milka juga menyinggung ”Kasus HIV/AIDS di Wilayah Banti dan Kimbeli cukup tinggi, tiap bulan pasti ada pasien yang diketahui saat mereka berobat ke rumah sakit.

Sehingga, lanjutnya ”pencehagan terbaik adalah masyarakat harus mengetahui dan memahami bahaya dari penyakit ini. Untuk membendung arus penyebaran HIV/AIDS di sini, perlu keseriusan juga dari tokoh masyarakat dan agama guna menegakkan aturan-aturan adat dan agama serta dukungan dari pemerintah.

Ada kekuatiran dari seorang warga Tsinga yang tidak mau menyebut namanya, menurutnya bila lancarnya lalu lintas penerbangan Mulu – Timika akan menambah cepat persebaran kasus HIV/AIDS. Jika tidak dicegah dari sekarang melalui sosialisasi yang serius.

Saat evaluasi kegiatan kasus ini mendapat masukan. " Kami sangat mendukung program kesehatan ini, ada sekitar 40 tokoh masyarakat di Dataran Tinggi yang bisa difungsikan untuk tugas sosialisasi penyakit ini, kita akan mengatur pertemuan dengan mereka agar bisa diberi pemahaman. Selain itu tokoh agama juga harus difungsikan untuk selalu mengingatkan kepada umatnya akan bahaya ini,” tutur Pieter Titihalawa.

Disinggung mengenai kondisi pendulang di Kimbeli dan Kali Kabur yang cukup rentan dengan kasus ini.
” Untuk daerah Kimbeli bisa dilakukan sosialisasi HIV /AIDS, masalah keamanan saya jamin. Namun untuk area kali kabur saya sendiri belum bisa memastikan apakah aman bagi petugas atau tidak.” tegas Slamet Sutejo

Aksi Sosial untuk warga Tsinga

Tsinga 13-14 Februari 2010
Bazaar Amal
Bazaar Amal yang digelar sangat menarik perhatian masyarakat.
Pakaian layak pakai dijual dengan harga Rp.5000 ~ Rp.10.000 digelar selama dua hari, berhasil meraib untung sebesar Rp 1.650.000 dana yang terkumpul diserahkan untuk membantu pelayanan di lima Gereja GKII setempat antara lain ; Imanuel Dollinigogim, Sion Bebilawak, Emaus Jongkogoma, Namolia (Cinta Kasih) Miniponogoma dan GKII Nosolanop.

Tanam Pohon
Beanekogom: Meski tidak sebanyak pohon yang ditanam di Desa Aroanop saat kegiatan Berbagi Kasih tahun lalu, namun peserta yang terdiri dari pemuda dan anak-anak terlihat cukup semangat.

Dengan peralatan seadanya 14 pohon yang disiapkan ditanam sekitar balai desa. Dikoordinir oleh Samuel Ohee dari Departemen Lingkungan Hidup PTFI dilanjutkan dengan penyuluhan sadar lingkungan bertempat di Balai Desa.

Dalam penyuluhannya Samuel menekankan kepada anak-anak dan pemuda yang hadir agar menjaga kelestarian hutan terutama pada lereng-lereng dekat perumahan tidak boleh ditebang karena bisa menyebabkan banjir atau longsor.

Ohee juga menyinggung potensi dan keindahan alam Desa Tsinga merupakan Anugrah Tuhan bagi orang Amungme, sebab itu semua orang wajib menjaga dan melestariannya melalui menjaga kebersihan, tidak menebang pohon sembarangan dan berbagai aktivitas yang merusak hutan. Merusak hutan sama artinya merusak hidup kita akan menambah penderitaan bagi generasi mendatang. Mengingat kondisi geografis di sini cukup rawan banjir dan longsor bisa saja terjadu jika hutan tidak dijaga”.

Menanamkan Displin dan Merah Putih
Hari ke dua anak-anak diajar baris-berbaris dan menyanyikan lagu-lagu kebangsaan oleh anggota Satgas Amole. Terkesan asyik dan akrab dengan bocah-bocah di Desa ini.

”Kegiatan ini diharapkan bisa menanamkan disiplin dan nasionalisme sejak dini bagi siswa-siswi. Dilakukan berdasarkan masukan dari masyarakat setempat. ”Awal nya kami ragu, apakah orang tua menanggapi ini dengan postif atau tidak. Namun ternyata mereka sangat mendukung dan memberikan respon baik” tutur John Simarmata Wadan satgas Amole II.

Pemberdayaan Perempuan sebagai pilar Penentu Kesejahteraan Keluarga

Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) mempunyai kedududkan strategis dalam pembentukan kepribadian seseorang, anggota keluarga, masyarakat dan bangsa.

Pada hari pertama tim penggerak PKK distrik Tembagapura mengajar kepada kaum perempuan bagaimana menyiapkan makanan bergizi dengan menggunakan pangan lokal serta perawatan diri (kecantikan) . Sekitar 40 orang terdiri dari mama-mama dan remaja putri turut ambil bagian. Meski ruang kelas berukuran 6 x 8 meter persegi itu terlalu sempit namun tidak mengurangi semangat mereka.

Kami senang bisa belajar buat makanan bergizi dari keladi atau petatas, dan sayur yang mudah didapat, ungkap seorang imbul (remaja putri) yang hadir.

Setelah itu dilanjutkan dengan pembentukan Pengurus PKK Desa Tsinga di rumah Kepala Desa Yance Magal, terdiri dari 19 orang mewakili Beanekogom, 14 orang dari Dolinigogin dan 7 orang dari Bebilawak.

Hari minggu sepulang Ibadah ibu-ibu PKK Tsinga melakukan praktek memasak.

Dilanjutkan dengan survei lahan yang akan di jadikan sebagai kebun kelompok PKK setempat .

Amole -

Berbagi Kasih - Pelayanan Kesehatan

Masalah Kesehatan dan pendidikan bagai pinang dibelah dua, murid dan pasien ditelantarkan berbulan-bulan. Guru maupun petugas kesehatan di Tsinga meninggalkan tempat tugas. Klinik dan sekolah tutup tidak ada aktivitas.


Ketika bunyi choper akan melandas di kampung Beanekogom anak-anak berlomba mencapai bukit sekedar melihat siapa yang datang, mereka senang menawarkan jasa membawa barang tanpa imbalan.

Saat matahari meninggi beberapa wanita duduk berjemur karena sakit. Itulah gambaran ketika Tim ”Berbagi Kasih” berkunjung ke Lembah Tsinga. Sabtu 13 /02/10.

Klinik Amal

Klinik Amal digelar di sebuah rumah penduduk yang dijadikan sebagai pos sekaligus penginapan. Dipadati masyarakat yang mau berobat. Ada yang datang dari dusun-dusun sekitarnya. Berjalan kaki sekitar 1 – 2 jam melewati gunung, lereng-lereng terjal serta sungai deras dengan resiko tergenlincir atau terjatuh.

Menurut dr. Moses Untung, dari 335 pasien yang dilayani dua orang mendapat rujukan ke rumah sakit Tembagapura namun tidak bersifat ”emegrency”. Hari minggu 68 anak mendapat Vitamin A, 48 Balita menerima susu formula serta 38 anak diberi obat cacing.

Sebenarnya ”masih banyak masyarakat tidak datang karena sakit dan tidak kuat jalan atau sedang ke kebun.
Masyarakat perlu petugas kesehatan yang tinggal di sini, agar klinik bisa difungsikan juga untuk rawat inap. Bulan Desember 2009 hingga Januari 2010 sudah sembilan orang meninggal karena sakit, dua diantaranya adalah anak-anak” tutur kepala Desa Tsinga, Yance Magal

Mengenai keluhan tenaga kesehatan yang dilontarkan dalam pertemuan dengar aspirasi sabtu sore. Kepala Bidang Penanggulangan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kab. Mimika Bapak Saipul Taqin mengatakan, ”Sebenarnya Dinkes sudah siapkan petugas namun situasi perang di Kwamki Lama sehingga rencana penempatannya ditunda sampai ada jaminan keamanan dari masyarakat di sini. Karena mantri yang akan melayani ini berasal dari suku lain. Sebab itu, kami ingin dengar langsung dari warga”

Menanggapi itu, ”Masyarakat memberikan respon bahwa mereka siap menerima petugas kesehatan tersebut situasi keamanan di Kwamki Lama jangan menjadi alasan. ” Kami di sini hidup damai dengan semua orang.” tegas Oto Beanal mantan kepala Desa Tsinga yang kemudian mendapat dukungan tepuk tangan dari masyarakat.

”Kami akan sampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan agar petugas yang bersangkutan segera ditempatkan dalam waktu dekat” lanjut Taqin.

Saipul Taqin, dari Dinas Kesehatan Kab. Mimika
Menanggapi keluhan masyarakat mengenai tenaga medis
Dalam sebuah pertemuan dengar aspirasi 13 febDi Mimika masalah guru dan petugas kesehatan sama memprihatinkan, jumlahnya sangat kurang.

Menurut ka distrik kekurangan guru di Tiga Desa ( Tsinga, Waa banti dan Aroanop) sudah disampaikan ke Dinas Pendidikan Kab. Mimika mudah-mudahan melalui penerimaan pegawai negeri tahun ini bisa menjawab kebutuhan. Diharapkan juga kepala sekolah bisa mengkondisikan putra daerah tamatan SMA yang ada untuk mengajar anak-anak membaca ” Tutur ka Distrik Tembagapura Slamet Sutejo.

Slamet juga menghimbau kepada orang tua agar selalu mendorong anak-anaknya belajar. Selain itu memperhatikan kesehatan lingkungan, termasuk kebersihan makanan dan selalu menjaga kebersihan diri. Misalnya; Air harus dimasak sebelum minum, lingkungan harus bersih.

BERBAGI KASIH DI TSINGA - Pembukaan

Departemen Social Local & Outreach – Community Relation PTFI bersama Distrik Tembagapura, Departemen Lingkungan Hidup PTFI, Dinas Kesehatan, LPMAK dan Satgas Amole II sub Bina Mitra kembali menggelar Berbagi Kasih IV, di Desa Tsinga Sabtu-Minggu, 13-14 Februari 2010

Kegiatan digelar di Beanekogom pusat pemerintahan desa Tsinga. Lebih dari seratus warga hadir mengikuti acara pembukaan. Adapun bentuk kegiatan adalah ; Klinik Amal, pemberian Vitamin A, Imunisasi, pemberian susu formula kepada balita, Penyuluhan TBC, HIV/AIDS, Penanaman Pohon dan penyuluhan sadar Lingkungan, Bazaar Amal, makan (menu) sehat dari bahan pangan lokal dan perawatan diri (kecantikan) bagi kaum wanita dikoordinir oleh Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Distrik. Serta pembentukan pengurus PKK Desa.

Desa Tsinga terdiri dari tujuh dusun, yaitu; Beanekogom (pusat pemerintahan Desa), Jongkogoma, Dolilnigokin, Bebilawak, Mini ponogoma, Nosolanop dan Jagamin.

Masyarakat sangat senang dengan adanya kegiatan ini. ”Memang masih banyak penduduk tidak hadir karena jauh atau sakit” tutur Yance Magal kepala Desa Tsinga

Slamet Sutejo, mengucapkan terimakasih kepada PTFI terutama SLD/CR yang memfasilitasi kegiatan ini serta masyarakat setempat, meski sudah banyak yang dilakukan PTFI untuk meningkatkan mutu kehidupan masyarakat di sini. Namun melalui kegiatan ini, ia harap minimal bisa menjawab kebutuhan masyarakat” . Tutur ka Distrik saat pembukaan.

”Selain kegiatan yang dijadualkan, kami akan survei untuk mengetahui pola pertanian yang bisa dikembangkan serta mendengar aspirasi masyarakat. Saya siap mendukung tiap program demi kesejahteraan masyarakat. Kalau dulu pemerintah kurang perhatian sekarang harus mampu menyentuh semua aspek.” tegasnya

”Kami sudah lama dengar dan melihat sendiri bagaimana masyarakat Tsinga menggumuli masalah kesehatan dan pendidikan. Kegiatan ini terselenggara atas kerjasama dengan pemerintah Distrik dan Dinas Kesehatan serta pihak keamanan dalam hal ini SATGAS AMOLE II . Diharapkan bisa menjawab apa yang digumuli masayarakat Tsinga selama ini,” ujar Manager Community Relation PTFI , Pieter Titihalawa

Kepala Suku Amungme wilayah Tsinga, Yoab Beanal (65) menyampaikan banyak terimakasih kepada PTFI dan pemerintah atas kunjungan ini. Harap kegiatan ini tidak hanya kali ini saja. Masyarakat sangat mengharapkan perhatian pemerintah terutama masalah kesehatan dan pendidikan.” tutur Yoab.
LPMAK bangun Micro Hydro
Mendukung Pendidikan Pola Asrama

Terdapat dua Sekolah Dasar di Desa Lembah Tsinga. Pendidikan dasar di kampung Bebilawak hanya sampai kelas tiga saja. Sedangkan, kelas empat sampai enam dilanjutkan ke pusat pemerintahan desa Beanakogom sehingga pendidikan dasar diatur sampai kelas enam.

Anak – anak kelas 4 - 6 dari kampung sekitarnya harus menempuh perjalanan pagi sekali bila sekolah mulai pukul 7.30. Biasanya mereka menempuh perjalanan sekitar 1 hingga 2 jam berjalan kaki melewati lerang-lereng gunung yang sangat berbahaya. Bayangkan bila hari hujan. Kadang-kadang mereka harus bermalam dengan keluarga kerabat di Beanekogom.

Untuk mengatasi masalah akomodasi tersebut akan dibangun Asrama Pelajar di Beanekogom. Sebagai tahap awal Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme Kamoro (LPMAK) bekerjasama dengan Universitas Papua (UNIPA) saat ini sedang membangun pembangkit Listrik tenaga Micro Hydro berkapasitas 15 KV. Proyek tersebut dikerjakan sejak April 2009, Namun kondisi keamanan di PTFI yang kurang kondusif maka sekitar 30% pekerjaan yang tertunda hingga 15 Februari 2010. Menurut Yulianus Pasali salah seorang tenaga ahli proyek ini diharapkan selesai paling lambat akhir Maret.

Instalasi di perumahan sudah selesai. Warga sedang menonton Film di Gereja Bethel BeanakoghomDua pekerjaan yang membutuhkan waktu adalah pemasangan penstock dari intake gates ke power house jaraknya sekitar 250 meter dan pemindahan beberapa alat (mesin) dari perumahan melewati jembatan dan sungai. Untuk pekerjaan instalasi sudah diselesaikan.

Asrama yang akan dibangun nantinya akan diperlengkapi dengan berbagai fasilitas multimedia penunjang belajar sehingga listrik sangat dibutuhkan untuk penerangan dan operasionalnya .

Karena Micro hydro yang dibangun ini ada kelebihan power maka dimanfaatkan juga oleh mayarakat untuk penerangan terbatas serta beberapa fasilitas umum seperti gereja, Klinik dan juga mesin kopi yang ada di Beanekogom.. Sehingga di perumahan penduduk tidak disedikan core extention

Selasa, 09 Maret 2010

Amole - Nimo

Nemangkawi dalam bahasa Amungkal adalah Anak Panah Putih. orang lebih mengenalnya dengan sebutan Puncak Cartenz. Merupakan salah satu dari tujuh Keajaiban Dunia. Suku Amungme hidup disekitarnya, kampung-kampung Amungme berada sekitar 2000 - 4000 an meter dpl.
Disinilah Operasi pertambangan PTFI dimulai sejak 1967

Sementara Yaramaya merupakan dataran rendah yang luas, termasuk di dalamnya terdapat kota Timika dan Kuala Kencana. Suku Kamoro tersebar di kampung-kampung di dataran ini hingga ke Mimika Pantai.

Informasih yang kami berikan mungkin tidak terlalu lengkap yang pengunjung inginkan, sebabnya kritik saran dan masukan yang baik sangat diharapkan.


salam Odi's