Negeri Iwaka

Negeri Iwaka
Odie

Kamis, 25 November 2010

Menggatung Harapan di hutan Kuala Kencana Bagian I

Gambar : dua tokoh saling menuding dalam sebuah dialog tentang kerusakan hutan KK
gambar : Kerusakan hutan lindung karena kebun tradisional
Sepintas dilihat dari jalan raya kota Kuala Kencana pastilah anda akan terkagum-kagum menikmati pesona, kesejukannya bahkan nyanyian burung yang tak henti-henti sepanjang hari.... Dereten gunung - gunung biru dengan hamparan saljunya dan awan yang menggantung semakin membuat anda mensyukuri kebaikan Tuhan bagi tanah ku Papua.
Namun jika ditelusuri ke dalam, ternyata hutan ini sudah rusak. Ada ratusan kebun tradisional, hutan di tebang, sungai - sugai kecil yang dulu mengalirkan air hampir tak dijumpai lagi, yang ada hanyalah genangan-genangan air dan keril-kerikil, batang-batang kayu menghalangi aliran air, . .... tangisan burung-burung dan jangkrik seolah-olah berkata mengapa kalian merusak rumah kami? apakah salah kami ? sehingga kami harus digusur....bukankah di gunung sana kami sudah mengalah demi kepentingan dan kerakusan mu ? entah kemana dan dimana kami harus pergi dan membangun sarang bagi anak-anak kami ?
Hutan Kuala Kencana adalah kawasan Lindung dengan luas lebih dari 17 ribu ha, merupakan hutan tropis yang menyimpan beraneka kekayaan alam terutama hasil hutan. Ditumbuhi beragam jenis tanaman, aneka kayu besi dan matoa banyak dijumpai di sini. Sebelah Timur dan barat kawasan ini mengalir sungai - sungai (Iwaka dan Otomona) yang menyimpan begitu banyak kekayaan alam kelas C ( pasir dan bebatuan). Beberapa sungai kecil yang tenang dan bening sepanjang waktu, menjadi istana bagi rainbow fish, kura-kura serta berbagai jenis ikan. Bukan itu saja kawasan ini telah berabad-abad menjadi surga bagi berbagai jenis fauna, anda dapat menikmati indahnya nyanyian dan tarian Cendrawasih hampir sepanjang hari, kus-kus dan keluarga mamalia lainnya pun akan memandu anda ke sarangnya di pepohonan.
Kekayaannya menjadi incaran tangan-tangan serakah, baik dari yang dipertuan karena rupiah maupun kekuasaan (pengusaha dan penguasa) hingga mereka yang hanya sekedar menggantungkan hidup sebagai pemburu dan petani tradisional.
Sekelompok warga Moni mengklaim wilayah ini sebagai tanah ulayat mereka. Berbagai strategi dilakukan guna menarik perhatian PTFI . Di awal tahun 2004 beberapa diantaranya memasuki kawasan ini mereka membangun pondok-pondok, menebang hutan dan berladang dengan sistem perladangan pindah-pindah. Banyak diantaranya tinggal di Timika namun berkebun dalam kawasan ini, ada juga yang meninggalkan kebun-kebun nya selama berbulan-bulan dan kembali ke pedalaman. Sampai saat ini baru diidentifikasi sekitar lebih dari 101 kebun yang terdata khusus di kawasan belakang perumahan PTFI di KK (RT I - V)
Beberapa tok0h diantaranya menggunakan kesempatan melakukan ilegal logging , umumnya mereka memiliki jaringan dengan pedagang kayu di Kota Timika. Dari diskusi yang dibangun dengan warga dan para tokoh tersebut dapat disimpulkan mereka mengatas namakan kepentingan warga untuk kepentingan pribadi. Beberapa warga mengaku termakan hasutan mereka. Seorang tokoh dengan inisial MH pernah mengaku dalam sebuah pertemuan dengan warganya ditepian sungai, " kamu, semua ada di sini karena saya yang suruh, dulu saya bilang bikin kebun dan harus tinggal di sini, bukan tinggal di Timika., sekarang kalau Freeport suruh kita ke luar, ya hanya yang punya rumah dan kebun saja yang berhak dapat ganti rugi atau bantuan kemanusiaan, percuma kita harus bertahan di sini kalo tidak punya apa-apa yang bisa jadi alasan....!," tegasnya di hadapan lebih dari 30 an warga dan Tim Negosiasi dari PTFI
Diantara sekian kebun yang ditemukan salah satu nya milik seorang anggota wakil rakyat (DPRD) dan seorang pejabat instansi pemerintah berisnisial (YM) pada salah satu Kabupaten Pegunungan Tengah, dimana ia menuntut ganti rugi cukup besar. Kasus ini sungguh memalukan karena seharusnya sebagai seorang pejabat mengerti dan memahami aturan yang berlaku namun sebaliknya menjadi provokator dan menjadikan sebagai lahan produksi uang....bukan kah pejabat seperti ini seharusnya mendapat hukuman karena merusak lingkungan?
Seorang pemuda yang hadir pada sebuah pertemuan di tepi sungai Iwaka mewakili kelompoknya, mengatakan bahwa "kami pemuda yang ciptakan masalah dengan Perusahaan".., maksudnya adalah melakukan penebangan pohon dan berkebun.
Beberapa pemuda mengisahkan alasan karena tidak mendapat pekerjaan, pada hal diketahui beberapa diantaranya pernah bekerja sebagai karyawan PTFI namun diberhentikan karena mangkir (absen) berbulan-bulan, beberapa karyawan PTFI juga memiliki kebun dalam kawasan ini dengan alasan kurang diperhatikan (promosi) pada hal mereka diberi fasilitas termasuk rumah tinggal di Kuala Kencana

Masyarakat jangan berbohong...
Beberapa media menulis tentang aksi-aksi warga Moni yang mendatangi DPRD untuk mengklaim kawasan ini sebagai ulayat mereka. Ada pernyataan yang perlu diklarifikasi seperti VHR media.com tanggal 4 Agustus 2010 menulis "pernyataan anggota DPR yang meminta agar pihak keamanan tidak mengintimidasi dan mengejar masyarakat di kawasan Iwaka, meminta PTFI tidak mengganggu warga." sesungguhnya hal ini tidak terjadi.
Pihak PTFI hanya melakukan sosialisasi dan negosiasi kepada warga untuk tidak membuat kebun lagi dengan alasan hutan sudah rusak dan suatu saat dapat terjadi banjir yang dapat menimbulkan kerugian besar bagi banyak orang penduduk Timika.
Kita lihat saja kalau hujan deras pasti akan terjadi banjir di sekitar kawasan ini, contoh kasus jalan raya di komplex Mayon yang menuju Permukiman SP XII rusak dihantam banjir yang melintas dijalan, bukan itu saja beberapa kontruksi jembatan di Utikini baru SP XII yang dibangun dengan dana milyaran rupiah oleh PTFI pun rusak tidak mampu menahan derasnya banjir yang hanya tidak sampai se . Sementara sebuah jembatan di poros jalan SP V Timika pun amblas meski dibangun menggunakan pipa beton yang kuat namun toh rusak juga.
Sebaiknya pemerintah, tokoh masyarakat, serta anggota DPR jangan asal bicara namun berpikirlah jauh ke depan. Mengingat kondisi Timika yang boleh dibilang rawan banjir. Sekarang ini belum terjadi seperti Banjir bandang di Wasior , namun perlu diingat bahwa Timika adalah salah satu kota yang sangat pesat perkembangan nya. sehingga jika tidak dari sekarang kita pikirkan lambat atau cepat peritiwa Banjir Bandang di Wasior akan terjadi.....

Hutan Lindung ini semakin terancam
Sesuai dengan rencana tata ruang kota Kuala Kencana dan PERDA propinsi Papua No 21 tahun 1999 yang mengatur perlindungan hutan Kota KK sebagai hutan konservasi yang berfungsi sebagai hutan kawasan penyangga sehingga TIDAK DIPERBOLEHKAN melakukan penebangan pohon atau membuat kebun,beternak maupun berburu dalam kawasan se luas lebih dari 17 ribu ha.
PTFI diberi hak menjaga kawasan tersebut oleh Pemerintah bersama suku Kamoro dan Amungme sebagai pemilik Ulayat. Berbagai upaya dilakukan guna melestarikan kawasan tersebut agar tetap namun sayang upaya-upaya ini kurang mendapat perhatian pemerintah.
Sebelah barat dalam kawasan ini terdapat dua akses jalan, satu menghubungi kawasan ini dengan lokasi eks perusahaan kayu Jayanti, SP XII dan Mayon, sedangkan satunya ke Kuala Kencana dimana akan melewati kantor dan beberapa pos Satpam PTFI. karenanya banyak terjadi pencurian hasil hutan serta banyak warga sekitar yang masuk lokasi ini untuk berkebun
Selain itu, saat ini Pemerintah sedang membangun jalan trans propinsi yang menghubungi Timika dengan beberapa kabupaten di pegunungan tengah (Enarotali). diperkirakan Km badan jalan berukuran 20 meter dan panjang sudah mencapai lebih 30 km sudah dikerjakan melintas di tepi hutan ini dan yang akan menghubungkan Timika melewati SP XII atau eks lokasi perusahan Jayanti.
Dan apabila projek pabrik semen senilai 7.3 Trilyun ini dibangun berarti akan membutuhkan banyak lahan Untuk segala infratsrukturnya, sudah tentu akan dibangun dalam kawasan ini. Proyek pemerintah ini selain akan memberikan dampak positif seperti peluang usaha dan tenaga kerja serta pemerataan penduduk dan pembangunan ke daerah pinggiran kota. Namun apakah benar2 pemerintah telah mempertimbangkan matang-matang kelesatarian alam ataukah hanya untuk kepentingan pengusaha belaka ?

Amakanie