Negeri Iwaka

Negeri Iwaka
Odie

Selasa, 30 Maret 2010

Mampukah Kamoro Bertahan Di Tanahnya ? (Bagian I)

Perkembangan dan laju pertumbuhan penduduk Kota Timika begitu cepat, membuat Suku Kamoro kalah saing akibatnya tersingkir dan menjadi penghuni beberapa tempat pinggiran kota,.... banyak rumah-rumah yang dibangun PTFI sudah dijual, anak-anak mereka kebanyakan hanya bisa sampai sekolah lanjutan pertama, putus sekolah menjadi pilihan karena terhimpit perkembangan. Sungguh memprihatinkan Masa depan mu Kamoro ..
Sebenarnya kepemilikan hak atas tanah di dataran Timika, adalah sebagai berikut; Bagian Barat kampung Kaugapu, (kini Mapuru Jaya) sampai dengan lokasi Transmigrasi umum, terus ke ujung barat lapangan terbang adalah hak ulayatnya suku Kapawe di Kampung Kaugapu. Dari pertengahan lapangan terbang ke arah timur hingga sungai Ajikwa yang saat ini menjadi area pengendapan SIRSAT terus sampai ke Desa Nayaro adalah tanah ulayatnya orang Koperapoka di Naekeripi - Waunaripi (Nawaripi Lama)

Mimika awalnya adalah bagian dari wilayah kabupaten fak-fak, terdiri dari tiga Distrik (Kecamatan) yaitu ; Akimuga, Distrik Mimika Barat, dan Mimika Timur dan menjadi kabupaten Otonom sejak 12 Oktober 1999 maka ditambah satu wilayah adminstrasi Distrik yaitu Mimika Baru . merupakan peninggalan kamp kerja perusahaan minyak di Babo yang pada tahun 1930 an diberi konsesnsi mencari minyak di tanah papua bagian barat. Awal tahun 1970 an masih merupakan dusun kecil. Ketika PTFI mulai beroperasi wilayah ini menjadi pangkalan operasi serta merupakan terminal penghubung ke luar daerah.

Tahun 1978 – sampai tahun 1980-an dibangun permukiman terpadu di Timika seperti Kampung Harapan Kwamki, Kwamki Baru untuk orang Amungme dari Dataran tinggi Waa – Banti, Mulkini (Tembagapura) juga dari Mimika Timur jauh Akimuga. Selain itu, dibangun juga permukiman Koperapoka, Kampung Inauga (Sempan Barat) dan Nawaripi untuk orang Kamoro oleh Pemerintah Daerah bersama PTFI .
Kehadiran PTFI rupanya sangat menarik suku-suku lain dari luar Mimika, baik dari dataran tinggi seperti orang Mee, Maupun Dani, Moni, Nduga ke dataran Yaramaya yang luas dan masih belantara. Pemerintah juga mendatangkan transmigrasi dari luar Papua.

Pengaruh operasi penambangan PTFI maka saat yang bersamaan masuklah para migran asal suku Toraja, Bugis, Makasar,Kei,Buton,Jawa dan sebagainya termasuk suku-suku papua dari utara memasuki kawasan ini.

Kepadatan penduduk di Timika boleh dibilang paling cepat dari kabupeten lain di Papua, . Kondisi ini terlihat pada sentra-sentra kota dan mulai merambat ke area transmigrasi dan sepanjang jalur ke Mware,Hiripau hingga ke Pelabuhan Pumako dan ke arah barat.
Hampir tidak terlihat lagi lahan-lahan pertanian di daerah permukiman Transmigrasi. Banyak tanah transmigrasi telah dijual sebagai modal usaha baik di Timika atau di tanah asal para migran, selain itu beberapa alasan lain yaitu masalah keamanan, dimana sering sekali terjadi konflik antar warga migran dari suku pedalaman.
Dalam kota Timika maupun di sepanjang jalan utama yang menghubungi kota Timika ke Pelabuhan laut pun hampir dikuasai kaum pendatang. Mereka membangun rumah tinggal maupun tempat usaha.
Para migran lokal dari pegunungan tengah selain Amungme, mulai melirik lahan-lahan tidur meski sudah ada pemiliknya yang mengangtongi sertifikat, para migran dari gunung ini mebuka lahan –lahan tersebut dan berkebun kemudian mengklaim sebagai haknya.

Sementara suku Kamoro sendiri mulai tersingkir ke pinggiran kota. Kini terlihat pada beberapa daerah yang dulunya menjadi permukiman suku Kmoro seperti di ; Koperapopa, Inauga , Sempan, Nawaripi Baru kini hampir lebih banyak pendatang dari luar Papua banyak rumah-rumah yang dibangun dari dana 1% oleh PTFI sudah berpindah tangan alias dijual meski diakui mereka masih ada namun tidak seberapa. (berlanjut)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar