Negeri Iwaka

Negeri Iwaka
Odie

Minggu, 09 Mei 2010

Kunjungan Dirut Lemasa ke Banti

LEMASA harus lebih berperan aktif menangani dan menyelesaikan tiap masalah yang terjadi, selama ini dinilai belum menyentuh kebutuhan masyarakat Amungme. Kantor LEMASA sudah ada kenapa tidak difungsikan” dikemukakan oleh Naimun Natkime (kepala Suku Amungme di Banti) saat kunjungan Direktur LEMASA bersama Dewan Adat Amungme ke Waa Banti 22 – 23 April 2010.

Selain membangun Kantor LEMASA di dataran rendah Timika (Mile 32), PTFI juga membangun sebuah kantor bagi LEMASA di Lembah Waa – Banti guna menunjang aktivitas LEMASA di tiga Desa (Banti,Aroanop dan Tsinga). Namun selama ini tidak difungsikan, sehingga sementara dijadikan pos satgas Brimob sejak timbulnya perang dan konflik antar warga tahun 2007.

Rombongan terdiri dari, Nerius Katagame (Direktur Lemasa), Karel Beanal (Dewan Adat Amungme), Lewi Beanal ( Nerek Naisorei Tsinga), dan perwakilan PTFI yaitu kepala seksi Stakeholder Relation Community Relation, Roga Pendawa Lima dan Sr Liaison Officer, relationship Buildin John Wamafma .

Selama dua hari di lembah Waa rombongan mengadakan pertemuan dengan Kapolsek Tembagapura, guna membahas rencana penggunaan kembali kantor LEMASA di Banti I , mengadakan dialog dengan tokoh masayarakat, pemuda dan intelektual tiga desa dan mengunjungi Rumah sakit Waa Banti yang dikelola Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme Kamoro ( LPMAK) .

Menurut Sudirman (Kapolsek Tembagapura), rencana LEMASA akan menggunakan kantornya di Banti sudah disampaikan oleh Kapolres. Prinsipnya kami senang karena akan akan lebih mudah berkoordinasi dalam penanganan konflik yang terjadi ditengah masyarakat. Disarankan LEMASA bisa berkoordinasi dengan Kapolres dan PTFI untuk mencari lokasi baru yang bisa dijadikan sebagai Pos Brimob dengan pertimbangan lokasi tidak jauh dari Banti dan Kimbeli karena menurut pantaunanya Banti dan Kimbeli masih memiliki potensi konflik yang sangat besar.”

Dalam kesempatan ini, Nerius mengatakan bahwa ia (LEMASA) akan berkoordinasi dengan Kapolres dan bersama-sama PTFI akan mencari lokasi yang tepat untuk membangun Pos Brimob. Dan setelah itu kantor LEMASA akan diserahkan kepada PTFI untuk diperbaiki sebelum diresmikan. LEMASA sangat berterimakasih kepada Kapolsek Tembagapura, Kapolres serta anggota satgas Brimob yang selama ini sudah menjaga keamanan dengan baik di Lembah Waa – Banti.

”PTFI ada aturannya, terkait dengan rencana pembangunan Pos satgas Brimob sebaiknya LEMASA dan Kapolres melakukan koordinasi dengan Departemen sekuriti, karena SLD/CR lebih memfokuskan pada pelayanan dan sosial masayarakat”. Tutur Roga Pendalawa Lima dalam pertemuan bersama Lemasa dan Kapolsek Tembagapura.


MIRAS masih menjadi pemicu Konflik terbesar
(Seputar diskusi dengan Warga di Banti)
Mabuk bukan budaya kita. LEMASA harus ada di sini agar bisa melihat dan membantu memecahkan persoalan-persoalan yang terjadi, karena itu Tsorei (kantor LEMASA ) harus ada asap atau difungsikan kembali. Disampaikan Hermanus Omaleng (tokoh intelektual Amungme)

Sejauh ini peraturan daerah No. 5 Tahun 2007 tentang larangan peredaran minuman keras belum bisa dijalankan semestinya, seolah-olah hanya untuk menenangkan berbagai aktivitas kaum perempuan yang melakukan aksi protes ke DPR. Bukannya berkurang Penjualan MIRAS malahan semakin meningkat konsumsinya. .tidak hanya di Timika, namun merambat ke pedalaman kususnya di Lembah Waa Banti, meski sudah dilarang dan diperketat namun masih ada yang mengkonsumsi Miras, dan menimbulkan keresahan yang tidak jarang berujung pada konflik antar warga.

LEMASA merupakan wakil dan pelayan bagi Amungme, tidak saja berperan dalam menyelesaikan berbagai konflik di atas tanahnya, namun harus mampu menerawang jauh ke depan bagaimana keberadaan Amungme bila suatu saat nanti tidak ada operasi tambang di sini (pasca tambang).

Setelah mendapat masukan dari tokoh Masyarakat dan kaum Intelektual tiga Desa dan tokoh pemuda mengenai MIRAS saat berdialog di ruang pertemuan Banti. ”Katagame, langsung meminta kepada Kapolsek Tembagapura agar lebih tegas mencegah dan mengatasi penjualan yang masih dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun aparat, sebab konflik yang terjadi selama ini lebih sering diakibatkan karena konsumsi MIRAS. Hal ini harus disikapi lebih serius oleh masyarakat maupun polisi demi ketentraman warga dan masa depan yang lebih baik” .Tegas Nerius

Selain itu, kepala suku Amungme di Banti Anis Natkime. Meresahkan kehadiran pendatang dan pendulang ( Suku Dani, Damal, Moni dan Suku lain ), yang menurutnya sangat mengganggu, beberapa lokasi di lembah ini sudah dikuasai. ”Mencari makan itu penting namun harus menghargai tuan rumah. LEMASA sangat penting bagi orang Amungme, karena itu harus serius bergandengtangan dengan masyarakat dan pihak-pihak lain untuk membangun orang Amungme.”

Komentar lainnya disampaikan oleh Marthen Omaleng (tokoh Masyarakat). Ia sangat berterimakasih kasih atas kunjungan ini. Menurutnya selama 16 tahun LEMASA berdiri, setelah kunjungan Pak Tom Beanal (1997) dan selama gonta – ganti pimpinan LEMASA selama 13 tahun (1997 – 2010) baru Pak Nerius yang mengunjungi Lembah Waa. Sementara di Banti tidak ada perwakilan LEMASA, banyak persoalan terjadi kami tidak tahu harus berdiskusi dengan siapa karena tidak ada pengurus.

Menurut John Wamafma (Sr. Liason Officer Community Relation PTFI) dari kunjungan tersebut ada tiga hal penting yang akan menjadi agenda kerja LEMASA dan Dewan Adat Amungme dalam waktu dekat yaitu ; Kantor LEMASA di Waa Banti akan difungsikan kembali sehingga bisa mengakomodir dan menyelesaikan persoalan di tiga desa. Penjualan MIRAS yang masih beredar secara ilegal akan menjadi perhatian bersama aparat, masyarakat dan LEMASA, sudah mendapat ketegasan dari Kapolsek Tembagapura. Selain itu, Masalah pendatang (pendulang Ilegal) yang memiliki potensi Konflik antar suku LEMASA akan bekerjasama dengan Pemerintah untuk melakukan pendataan (sensus) serta mencari solusi terbaik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar