Negeri Iwaka

Negeri Iwaka
Odie

Rabu, 10 Maret 2010

Masa Depan anak-anak Nayaro Suram

Murid kelas enam SD di Nayaro Distrik Mimika Baru sisa 3 orang dari total 14 siswa. Padahal Ujian Nasional semakin dekat. Jumlah keseluruhan murid yang terdaftar sekitar 130 orang namun saat ini tidak sampai 60 orang. Banyak anak usia sekolah di kampung tapi tidak ke sekolah. Mereka lebih memilih tinggal di rumah dan bermain

Di Nayaro banyak orang tua belum menyadari pentingnya pendidikan, terlihat dari jumlah siswa yang ke sekolah sangat sedikit. Sementara banyak anak tinggal di rumah. Ada yang ikut orang tua mencari ikan atau berbulan-bulan tinggal di kota.

Memang diakui bahwa dalam mengubah sebuah kebiasaan masyarakat meramu dan nomaden memerlukan waktu dan kesabaran yang panjang

”Orang tua tolong antar anak ke sekolah, karena mereka harus siap ikut ujian nanti. Siapkan makan pagi agar anak bisa belajar dengan baik. Selama ini belum sampai jam istirahat anak-anak sudah menghilang atau ijin pulang karena lapar” pinta kepala Sekolah SD Inpres Nayaro Titus Kobogau, dihadapan para orang tua yang berkumpul di Balai Desa saat acara Bakti Sosial yang diselenggarakan SLDCR PT Freeport Indonesia 24 Feb 2010.

Menurut Titus, ada 6 orang anak yang lulus tahun lalu, namun sampai saat ini Ijazah nya belum diambil. ”Di sini mengumpulkan orang tua murid sangat sulit. Berbeda dengan daerah pegunungan dimana pernah kami mengabdi sebagai kepala sekolah. Misalnya Aroanop dan Tsinga, setiap pertemuan justru orang tua dan perangkat desa terlihat sedikit peduli akan pendidikan formal sehingga saat ini anak-anak gunung sudah banyak berhasil, inilah tantangan dan kebanggaan seorang guru” .

SD inpress Nayaro hanya memiliki 6 orang guru, tiga diantaranya pegawai negeri, satu guru bantu dan dua lainnya tenaga honor.
Menurut Yohanes Mifaro (sekretaris desa) banyak anak asal Nayaro yang tadinya bersekolah di beberapa SMP di Timika sekarang terpaksa berhenti dan pulang kampung karena faktor ekonomi dan perhatian orang tua yang sangat minim.
Kesadaran orang tua, masalah ekonomi rumah tangga dan kekurangan guru, masih merupakan penyebab akar pahit penghambat kemajuan pendidikan di pedalaman dan pesisir Papua umumnya.

Kondisi seperti ini turut mendukung rendahnyah kualitas pendidikan dasar di Mimika.
Kebanyakan anak-anak asal Kamoro maupun Amungme ketika ikut program penyetaraan awal (matrikulasi) di beberapa lembaga pendidikan Tinggi terkadang tidak mampu melanjutkan.
Bagi anak-anak Kamoro mungkin perlu perlakuan dan keseriusan khusus dalam mendidik atau menumbuh

Kembangkan budaya pembiasaan belajar, cara belajar anak-anak di Nayaro hanya di sekolah saja, sementara kalau di rumah orang tua membiarkan anak-anaknya mau belajar atau tidak terserah mereka.
Mengubah dan memajukan suatu bangsa hanyalah dengan cara pendidikan, tidak ada cara lain .....

Pola Asrama sebagai solusi
Pendidikan Pola asrama akan memberikan manfaat yang sangat efektif sebagai bentuk proses inisiasi (akulturasi) . Pelajar yang berasal dari masyarakat tradisional dipisahkan dari sistem tradisionalnya dan diantarkan kedalam sistem nilai modern yang menghargai waktu, disiplin, tanggungjawab, rajin, kerja keras, hidup bersih, kerjasama, menghargai eksistensi setiap individu, solidaritas dan taat terhadap norma agama. (sumule Agus-Jubi)
Pola ini akan memberikan hasil yang optimal karena dilaksanakan memenuhi kriteria komprehensif serta aspek-aspek kompetensi manusia modern yang kognitif, efektif dan juga psikomotorik. Kita lihat kemajuan yang dalami anak-anak Amungme yang belajar di Asrama Penjunanan saat ini patut diberi jempol, ini merupakan hal baik yang harus diterapkan sama bagi anak-anak Kamoro.
”Kalau anak-anak dari pegunungan diberi kesempatan untuk belajar dalam Pola Asrama, mengapa anak-anak Kamoro tidak diberikan sistem yang sama, tidak ada orang tua yang tidak mau anak-anaknya maju.” Kata Mifaro Yohanes .
Nimo....!!!!







Tidak ada komentar:

Posting Komentar